TERNYATA MATI ITU NYATA
Written by: Alita Arifiana Anisa
S |
eperti siang-siang yang lain aku dan beberapa temanku sedang asik nongkrong di basecamp kami yang terletak agak jauh dari sekolah. Aku dan tiga siswi lainnya sedang asik berkutat dengan milk shake masing-masing sambil asik ngobrol seputar gossip di sekolah, dua dari kami sambil merokok. Sedang para laki-laki merokok disudut ruangan sambil menertawakan hal yang entah apa, Putra terlihat autis (sibuk dengan dunianya sendiri) di dekat pintu masuk, “ngobat” sambil ditemani sebotol “amer” (anggur merah) disebelahnya masih ada Rakka dan Galih tak kalah autis menegak amernya sambil merokok dalam diam. Yah..beginilah kira-kira kami habiskan kebanyakan siang kami selama beberapa waktu terakhir. Kalau pun sedang tak berkumpul seperti ini, para lelaki pasti sedang berkumpul ditempat lain, mulai dari PS-an sampai tawuran, sedang kaum hawa hampir selalu ada disini, ngrumpi.
Kami, sekumpulan anak SMA labil yang sedang gemar mengelompokkan diri membentuk identitas yang menurut kami membuat “nyaman”, dulu kami menggunakan kata BadBlood sebagai identitas, tapi kemudian diperhalus dengan julukan Social Distortions. Kebanyakan dari kami bukan berasal dari keluarga harmonis, maka disinilah kami membentuk keluarga baru kami. Putra, menyebut dirinya sendiri anak buangan yang tak punya orang tua, ia diasuh oleh pamannya yang hanya seorang tukang pos, Maria, gadis tak ber-ayah dan hanya hidup bersama abang-abang dengan gaya hidup seRakkaanya, Rakka, laki-laki yang bisa dibilang pacarku waktu itu, hidup bersama ibunya dan selingkuhannya gara-gara si ayah hilang entah kemana, sedang aku, memang tak separah mereka, aku hanya merasa sama kurang perhatiannya dengan mereka.
***
Beralih ke kehidupanku dan Rakka….
Rakka, adalah cowok yang hampir selalu tampak ceria dan tak punya masalah, ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, selain keluarga yang utuh tentunya. Ia juga supel dan gampang bergaul, banyak bicara dan humoris. Namun dibalik sifat-sifatnya itu ia adalah karakter yang keras dan tak pernah mau mengalah. Ia hidup dengan idealismenya yang tak bisa dimengerti yang hampir selalu menyelesaikan semua masalahnya dengan merokok, minum-minum dan memukul bukan dengan berdiskusi. Di tahun kedua kami, Ia sudah mendapat peringatan kesekian kalinya dari pihak sekolah karena ulahnya memukul adik kelas, merokok, tawuran, minum-minum dan membuat keributan, terakhir aku mendengar ia akan dikeluarkan untuk satu kesalahan lagi yang dibuatnya.
Rakka, bisa dibilang jantung perkumpulan kami, ia yang mengarahkan, mengakomodir dan memimpin kami, kebiasaannya merokok dan minum tak pernah bisa berhenti, ia selalu saja punya alasan untuk tetap merokok dan minum-minum hingga pada suatu siang di akhir tahun ketiga kami di SMA, aku bertemu ibunya di ruang konseling , aku memang sering berada diruang ini mungkin karena aku juga termasuk siswi yang harus diperhatikan secara khusus, mengingat predikat juara umum yang hampir tak pernah lepas dari genggamanku, juga predikat siswi ngeyel tingkat tinggi yang lebih suka membangkang dalam diam, mungkin juga karena akulah yang paling mungkin menjadi saluran informasi sekolah tentang perkumpulan kami. Ibunya memintakan ijin Rakka untuk beberapa hari tidak masuk sekolah karena sakit, tak jelas sakit apa, padahal Ujian Akhir Nasional tinggal dua minggu lagi. Rakka bilang padaku ia terRakkaa usus buntu dan harus isirahat, lima hari kemudian ia sudah masuk sekolah lagi dan kudapati ia tetap merokok dan minum, bahkan saat ia masih dalam masa penyembuhan. Seminggu sebelum ujian nasional, lagi-lagi ia tidak masuk sekolah selama tiga hari, katanya operasi usus buntunya gagal dan harus di ulang. Wajar saja pikirku.
Akhirnya ujian akhir nasional terlewati juga, aku tak khawatir dengan hasilnya aku cukup mampu menurutku, hanya khawatir dengan keadaan Rakka. Sejak hari terakhir UAN ia tak pernah tampak di sekolah, di basecamp, ataupun di warnetnya, kami hanya berhubungan lewat SMS, setiap kali aku bertanya Rakkaapa, ia hanya menjawab tak apa dan tak usah khawatir.
Aku percaya padanya, sangat-sangat percaya, tentang apapun yang dikatakannya termasuk jawaban “tak apa” yang selalu dia berikan. Sampai pada suatu siang aku bertemu lagi dengan ibunya diruang konseling. Kali ini ibunya dalam keadaan menangis sejadi-jadinya, aku tertarik untuk bergabung mendengarkan cerita ibu. Sambil sesenggukkan ibunya bercerita Rakka terRakkaa kanker usus stadium akhir, kebanyakkan minum, usus buntu yang ia bilang hanya kedok, dokter sudah memvonis tak sanggup menangani sakitnya, bila kankernya diangkat kemungkinan selamat tak lebih dari 40 persen saja. Tadinya ibu mau Rakka dirawat semaksimal mungkin di RS, tapi Rakka yang tak sengaja tau tentang apa yang dideritanya bersikeras ingin pulang, sia-sia katanya, menghabiskan uang, toh semua akan tau akhirnya. Cepat atau lambat.
Aku menangis..menangis sejadi-jadinya..mengingat dirinya yang super ceria seolah tak ada apa-apa, mengingat kemampuannya membodohi semua dengan ketegarannya..aku menangis tak henti-hentinya sampai Maria datang menghampiri, “Kita sama-sama tau dia kuat.”, ujarnya.
***
Seminggu terakhir, kelompok kami sibuk menggalang dana dan doa bersama untuk kesembuhan Rakka. Tak henti-hentinya aku mengucap maaf hampir pada semua siswa di sekolah , “tolong maafin Rakka ya, minta doa juga ” mungkin saja Rakka pernah melakukan hal yang kurang enak atau apapun, entah apa yang ku pikirkan, mungkin putus asa tapi aku hanya ingin tak terlalu banyak dosa yang harus dipertanggungjawabkannya kelak.
Akhirnya disinilah kami, aku dan teman-temanku..di rumah Rakka yang sepi. Menjenguk Rakka yang makin kurus dan pucat. Rakka tak bicara, bukan karena enggan, tapi karena kankernya yang sudah menjalar hingga tenggorokkan, kami bicara lewat SMS, lewat tatapan mata meski aku ragu dengan apa yang ingin disampaikannya, yang aku tau tatapan itu menyakitkan, sedih luar biasa.
Mulai hari itu, tak pernah lelah aku berdoa pada Allah meminta ampunan atas dosa-dosa yang pernah kami nikmati bersama selama tiga tahun terakhir, sholat malam dan puasa minta kesembuhan untuk Rakka. Aku mulai menikmati kedekatanku pada Allah, lambat laun rasa ikhlas mendominasi pikiranku, apapun yang terjadi, sesungguhnya akan ada hikmah yang Allah ingin sampaikan, mungkin bukan untuk Rakka, tapi untukku..ikhlas, karena aku hanya bisa berdoa. Mulai saat itu juga aku mulai menyelesaikan semua masalahku dengan sholat dengan mengadu pada-Nya, mungkin ini bagian dari hikmah yang ingin Allah sampaikan.
Suatu malam aku bermimpi. Indah sekali. Rakka sedang sholat subuh dengan mengenakan baju koko kuning, warna kesukaanku, pemandangan langka pikirku. Rakka sholat. Esok paginya tak henti-hentinya aku tersenyum mengingat mimpi itu, pertanda baik pikirku. Pukul Sembilan pagi, pesan singkat masuk bertubi-tubi. Semua sama…
Innalillahi wa inna illahi roji’un….
Telak berpulang ke rahmat Allah, sdr qta Galang Rakkawredha…
Sabar ya,naa..
Alunan ayat suci Al-Qur’an beserta tangis ibu Rakka memenuhi telingaku, ibunya tak mau melepas pelukannya padaku, bahkan sampai prosesi pemakaman selesai.
Aku tidak menangis. Aku terdiam. Aku ikhlas. Aku ikhlas.Aku ikhlas.Aku Aku ikhlas.Aku ikhlas…
Aku hanya sungguh ingin mengucap terimakasih atas semua pelajaran yang secara tak sengaja pernah ia ajarkan padaku, terimakasih atas pelajaran terindah diakhir hidupmu yang sungguh akan mengubah hidupku..
Hari itu aku berjanji,,sungguh aku tak ingin mati dalam keadaan sepertimu,,
***
Mulai hari itu juga aku, Reina Yuanita memutuskan untuk ber-reinkarnasi menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang tak akan membuang-buang sisa waktuku di dunia sia-sia, karena sungguh mati itu nyata, karena sungguh aku tak ingin mati dalam dosa sepertinya.
***
“Sebodoh-bodohnya keledai, tak akan jatuh kelubang yang sama dua kali”
Aku tak akan masuk kelubang yang sama denganmu,Rakka paling tidak aku belum terlambat untuk keluar dari lubang itu.
***
“Life is short, there is no enough time to feel and through all experiences in life by yourself,, so learn other people experiences and draw your own better experiences..”
Mari belajar dari pengalaman ini, Karena sungguh aku tak pernah berharap merasakannya sendiri.
***
“The greatest glory is not never falling, but in rising every time we fall”
Aku memang pernah terjatuh dalam lubang gelap, tapi aku akan keluar.
***
“Tak ada insan yang benar-benar gagal sampai ia memutuskan untuk berhenti berusaha”
Aku belum gagal karena aku masih berusaha, masih berproses.
***
“Keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika kita dihantam hingga bertekuk lutut dan mampu bangkit kembali”
***
Hiduplah sesukamu karena sungguh kau akan mati.
Cintailah siapapun yang kau sukai karena sungguh kau akan berpisah dengannya.
Beramalah sesukamu karena sungguh kau akan mendapat imbaalannya.
(Ash-Shahihah no.831)
***
Sungguh aku tak pernah malu dengan masa laluku, karena tanpa masa laluku tak aka nada aku yang saat ini berdiri tegak dihadapanmu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar