The Day..
Written by: Alita Arifiana Anisa
17 agustus 2011
F |
inally,, here I am…taman kota Medan 19 November 2010..
Duduk sumringah enggan menatap jam meski sedang menunggu seseorang. Sampai kapanpun akan ku tunggu, bukan masalah besar meski harus menunggumu 2 atau 3 jam lagi. Bukankah itu sangat singkat jika dibandingkan dengan penantian panjangku yang berdarah-darah selama 6 tahun belakangan? Ohh..sudahlah..aku tidak ingin merusak suasana hatiku yang luar biasa diluar kebiasaan, girang tingkat dewa, setelah entah kapan terakhir kalinya aku tersenyum lepas seperti ini.
Oke, biar aku luruskan, namaku Kinan Saskiasari Siregar, panggil saja Kinan perempuan 24 tahun yang bekerja sebagai karyawan sebuah bank swasta di pusat kota Surabaya. Surabaya? Lalu kenapa aku ada di Medan? Well it’s quite complicated.. Sebenarnya aku batak tulen, hanya saja peristiwa enam tahun lalu benar-benar memaksaku untuk meninggalkan kota Medan tercinta dan merantau ke Surabaya.
Seperti kebanyakan reality show, aku mengenal seorang pria dengan senyum 1000 watt yang unforgotable saat aku masih duduk dibangku kelas dua sekolah menengah di Brastagi, sebuah kota kecil di Sumatera Utara. Bak pangeran berkuda putih, Muhammad Novaldi Simanjuntak menyelamatkanku dari suramnya masa puber (hehe), meski banyak yang bilang aku cukup manis entah mengapa rasanya enggan menjalin hubungan dengan sesama batak, waktu itu entah dari mana asalnya aku benar-benar menggilai pria dengan mata minimalis, berkulit putih yang ulet dan pandai, chinesse tepatnya, sayangnya cukup sulit menemukan chinesse di kota kecil ini, hingga akhirnya ambisi yang gak jelas itu menyerah. Aku benar-benar tak pernah bisa menghilangkan Noval dari tiap inci otakku sejak pertama kali anak baru di sekolahku itu datang dengan tampang songongnya, tak banyak bicara, hanya perkenalan singkat yang tak pernah aku lupakan.
“Awak Muhammad Novaldi Simanjuntak..panggil saja Noval, awak baru saja pindah dari medan, ikut ayah pindah bekerja. Jangan khawatir, awak sekejap aja disini, karena dua tahun lagi awak hendak melanjutkan studi ke Medan.”
Yahh..awal yang mengesankan. Hanya saja dua tahun kemudian jauh lebih mengesankaan lagi. Tepat pada hari ulang tahunku 9 april, aku menerima Noval sebagai pacar pertamaku sekaligus berharap menjadi yang terakhir, hidup serasa lebih bewarna bersamanya, meski kadang tindakannya sulit dimengerti, tapi aku tau ada sayang dibalik sikap protektif, cemburu dan cueknya itu. Sayang, waktu seperti berjalan begitu cepat, tak terasa kami sudah harus meninggalkan bangku SMA tercinta, meninggalkan dunia muda kami yang penuh warna dan kejutan, kami harus melanjutkan studi di perguruan tinggi. Kami, aku dan Noval, berniat masuk di Universitas yang sama, Universitas Sumatera Utara, meski dengan focus studi yang berbeda. Namun Lagi-lagi nasib seolah sedang tak bersahabat, Noval diterima di USU, komunikasi, sedang aku harus terdampar di UNESA Surabaya, ekonomi. Aku sungguh tak ingin meninggalkan siapapun disini untuk melanjutkan studiku di Surabaya, tapi ayahku yang sedang sakit terlanjur bangga anak semata wayangnya akan pergi merantau ke jawa untuk belajar, tak kuasa rasanya meredupkan sinar bahagia di mata ayahku yang sudah cukup lama mengidap penyakit gula. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Aku ingat betul, malam terakhirku bersama Noval di Sumatera, kami berada di Medan, tepatnya di kontarakan Noval yang baru, esok paginya aku harus berangkat ke Surabaya melalui Bandara Polonia. Malam itu, Noval memintaku untuk berjanji akan kembali lagi setelah studiku selesai.
“I’ll be back as soon as possible, abi..” jawabku. Sayang, ucapanku tak cukup kuat untuk menenangkan hatinya.
“I’ll never let u go, bunda..” Noval menjawab sambil memelukku begitu erat.
“ but i have to.” Aku tak kuasa menahan airmata. Kami menangis dalam pelukan, mengingat aku bukan berasal dari keluarga mapan, aku tak akan kembali hingga studiku selesai, meski lebaran datang, meski ayah sakit, meski aku merindukan Noval dengan teramat sangat.
Malam itu, kami memutuskan untuk membuat kontrak seumur hidup untuk tetap menjaga cinta ini sampai kapanpun dan berjanji Aku akan menjadi yang terakhir untuknya, dan noval akan menjadi yang terakhir bagiku. Cintaku padanya membuatku merelakan hal paling berharga yang dimiliki seorang wanita sebagai jaminan.
Cinta itu buta.
Cinta itu gila.
Tapi Cinta itu indah.
Well, sekarang jantungku mulai bedebar-debar menunggunya, menunggu cinta pertama dan terakhirku yang akan datang tak lama lagi. Hari ini untuk pertama kalinya setelah kepergianku kami akan berjumpa lagi melepas rindu. Setelah perjuangan beratku mengumpulkan uang selama dua tahun untuk bisa pulang, kembali ke pelukan Ayah dan Noval, meski hanya selama dua minggu cutiku,. Yahh.. hari ini pula NOval berjanji akan mengajakku bicara soal masa depan, soal janji sehidup semati pasangan suami istri, pernikahan. Inilah hari yang benar-benar aku tunggu sepanjang hidupku, kembali kepelukan Noval setelah enam tahun lamanya terpisah jarak, mendiskusikan kelanjutan kotrak kami waktu itu.
Lamunanku akan pesta penikahan sederhana di rumah adat buyar ketika aku menyadari kedatangan seorang pria bertubuh tinggi, tegap dan berkulit sawo matang dengan senyum yang sama, senyum yang tak pernah bisa kulupakan dan selaluku rindukan. Aku berdiri menyambutnya dengan canggung Noval meraih tubuhku kepelukannya, merasakan padatnya rindu yang bergumul di lubuk hati,merasakan cinta yang tak pernah lapuk oleh masa. Noval mencium keningku. Menatapku dengan sendu, seraya mengucap maaf entah untuk apa.
“bunda..” bisiknya tanpa melepaskan pelukan, “I miss u like crazy..i love u so bad..” ucapnya lagi.
“ so do I,abi…” jawabku dengan terbata.
Kami memutuskan untuk pergi makan malam di sbuah kafe di pusat kota, bercanda layaknya remaja berusia belasan yang sedang jatuh cinta, tertawa seolah dunia milik berdua, menikmati langit malam yang cerah di sepanjang jalan, tak henti-hentinya saling memuji, mengungkapkan kerinduan yang membuncah.
Perjalanan kami terhenti dipenginapanku.
“I’ll never let u go..” ucapku mengulang kata-kata yang pernah diuntai NOval untukku 6 tahun silam.
“But I have to..” mataku terbelalak mendengar jawabannya, akankah kami harus menikmati perihnya jarak untuk kedua kalinya? Melihat ekspresiku Noval pun mencoba untuk menjelaskan.
“Bunda,.aku sudah berkeluarga.” Terangnya. Lagi-lagi mataku terbelalak, tak sanggup otak ini merangkai kata.
“ bukankah kita sudah berjanji? Bukankah aku sudah merelakan segalanya untukm,bi?” aku mulai kacau.
“apa jaminanku, harga diriku, tak cukup berharga untuk membuatmu menungguku? Tangisku pecah. Entah apa yang kurasakan sekarang..hanya sesal, mengingat pria yang sedang duduk menunduk didepanku ini adalah pria yang sama yang merenggut kewanitaanku enam tahun silam.
“Aku khilaf,bund aku telah membuat kontrak yang sama dengan wanita lain sebelum aku pindah ke brastagi waktu itu, sebelum aku mengenalmu..” itulah kalimat terakhir yang ku dengar dari bibir yang dulu kerap membuatku luluh. Aku menutup pintu penginapanku dengan kasar, mngurung diri meski NOval berada diluar mengiba meminta maaf.
“Aku tak akan memaafkanmu..” ucapku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar